John Maynard Keynes : Teori dan Dampak Gagasannya pada Ekonomi Dunia
Admin Raksabumi, 23 September 2023
John Maynard Keynes, mungkin bukan nama yang sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Namun pemikirannya merangkai benang merah dalam teka-teki perekonomian dunia. Bagai penyair yang mencipta puisi dengan kata-kata indah, Keynes membawa visi yang jelas pada dunia ekonomi yang kompleks.
Keynes bukanlah pendukung ekstremisme. Ia bukan pendukung ideologi komunis, namun tak pula percaya sepenuhnya pada pasar bebas yang nir kendali. Bagi Keynes, pemerintah memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan perekonomian.
Ia menyatakan, korupsi, politik yang terlalu sembrono, dan kepicikan adalah kendala utama yang menghambat kemajuan negara. Namun, Keynes yakin bahwa bila permasalahan ini bisa diatasi, kita akan memiliki masa depan yang lebih sejahtera.
Pada 1930, ketika dunia dilanda krisis keuangan yang mengerikan, Keynes menulis esai inspiratif berjudul "Economic Possibilities for Our Grandchildren/Peluang Ekonomi untuk Cucu Kita". Dalam esainya, ia meyakini bahwa kita memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang sulit dan menciptakan era di mana kemakmuran menjadi warisan bagi generasi mendatang.
Keynes tak sekedar ekonom, tetapi pribadi berjiwa seni tinggi. Ia berteman dengan banyak seniman dan intelektual terkenal, termasuk penulis terkenal Virginia Woolf.
Karyanya yang paling berpengaruh, “The General Theory of Employment, Interest and Money/Teori Umum tentang Lapangan Kerja, Bunga dan Uang”, ditulis pada tahun 1936. Dalam buku ini ia mencoba memahami akar penyebab pengangguran dan cara mengatasinya.
Keynes berpendapat bahwa penyebab utama pengangguran adalah kurangnya permintaan. Ini adalah ide revolusioner pada masanya. Sebab, pendapat umum dari kalangan ekonomi klasik di waktu itu memberikan tiga alasan mengapa pengangguran ada. Pertama, pekerja sementara menganggur ketika mereka pindah pekerjaan. Kedua, individu mungkin memilih untuk tidak bekerja, terutama jika mereka dapat menghidupi diri mereka sendiri melalui Bantuan Sosial. Namun, yang ketiga, dan yang paling menarik, pengangguran muncul ketika upah lebih tinggi daripada yang dapat diterima oleh pengusaha.
Menurut pandangan klasik, pasar bebas akan secara otomatis mengoreksi masalah terakhir ini, dan pasokan tenaga kerja serta permintaan tenaga kerja akan secara spontan mencapai keseimbangan.
Membantah itu, Keynes menyatakan : Dalam jangka panjang, maka kita akan mati. Maksudnya adalah, bila pemerintah hanya menunggu pasar bekerja dengan sendirinya, hingga sampai pada suatu equilibrium baru dengan laissez faire- laissez passer-nya , maka transisi itu belum tentu cukup untuk menahan rasa lapar penduduk.
Oleh karenanya, alih-alih menyarankan pemerintah untuk melakukan penghematan anggaran (Austerity), di tengah krisis, Keynes justru mendorong pemerintah untuk melakukan intervensi dengan menciptakan permintaan melalui proyek-proyek publik seperti pembangunan jalan atau kereta api. Dengan cara ini, mereka dapat menciptakan lapangan kerja dan kembali menstimulasi perekonomian.
Tentu saja banyak yang skeptis terhadap pendanaan pemerintah untuk proyek-proyek ini. Sebab ketika anggaran defisit akibat penciptaan kegiatan padat karya berdasarkan usul Keynes, maka berutang merupakan suatu keniscayaan. Dan ini tentu mesti terbayar.
Akan tetapi, Keynes punya jawabannya. Dia berpendapat bahwa uang yang diinvestasikan dalam proyek-proyek publik akan menghemat uang yang seharusnya digunakan untuk tunjangan pengangguran, berupa Bantuan Sosial. Selain itu, orang-orang yang mendapatkan pekerjaan mempunyai uang ekstra untuk dibelanjakan, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapatan pajak.
Jadi, dalam jangka panjang, pemerintah akan mampu membayar kembali utang yang diperlukan untuk membiayai proyek-proyek tersebut. Hal ini dalam istilah Keynes disebut sebagai “Efek Pengganda/Multiplier Effect”.
Pemerintahan Presiden Franklin D. Roosevelt di Amerika sangat terinspirasi oleh prinsip-prinsip Keynesian ketika merancang Kesepakatan Baru/New Deal. Paket kebijakan ini mencakup berbagai program yang bertujuan untuk memberikan bantuan, pemulihan, dan reformasi pasca Depresi Ekonomi pada 1930 serta Perang Dunia II.
Alhasil, Keynesianme memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan Amerika Serikat serta negara-negara berkembang yang berbondong-bondong mengadopsi konsep State Driven Development/Pembangunan yang Dimotori Pemerintah. Dampaknya, tingkat pengangguran menurun di seluruh belahan dunia. Dan stabilitas ekonomi terjadi.
Namun, pada tahun 1970an, Keynesianisme mulai mengalami ‘efek samping’, yang mana hal ini hanya terjawab oleh Neo-Liberalisme ala Milton Friedman.
Pandangan ekonomi populer kemudian berubah. Keynesianisme dilupakan. Hingga krisis keuangan tahun 2008 menghantam Amerika Serikat dan memaksa banyak orang untuk kembali mengingat Keynes.
Seperti menjadi slogan, ingat krisis, ingat Keynes. Guna mengatasi mandegnya ekonomi global, negara-negara G20 mengumumkan paket stimulus ekonomi yang komprehensif untuk memulihkan pertumbuhan. Dan di sini, suara Keynes seolah kembali berbisik di telinga para pemimpin dunia. Intervensi ekonomi, create demand, proyek padat karya.
Meski gagasan Keynes mesti disesuaikan dengan kondisi perekonomian terkini, konsep intinya tetaplah relevan. Keynes mengajarkan kita bahwa pemerintah dapat berperan dalam meningkatkan perekonomian dan menciptakan masa depan yang lebih baik. Ide-ide sederhananya dalam memecahkan masalah keuangan merupakan panduan berharga bagi kita dalam upaya membangun dunia yang lebih sejahtera.
Keynes adalah bukti bahwa saat ekonomi mandek, alih-alih berhemat, yang patut kita lakukan justru menciptakan mesin uang baru. Meski itu dilakukan dengan berutang.